Membangun Masyarakat Pedesaan Menuju Masyarakat berperadaban Modern: I

(Materi Ke-I)
Surakarta, 23 Juni 2015

Potret Identitas Masyarakat Pedesaan di Indonesia
Membangun masyarakat pedesaan berarti memahami seluk-beluk kepribadian masyarakat desa, mengerti akan kelemahan, dan kelebihan masyarakat desa. Pemahaman atas masyarakat desa menurut kenyataan selama ini sebenarnya kunci keberhasilan kita untuk mengembangkan daerah pedesaan, oleh sebab itu sudah menjadi tugas kita bersama dalam mempelopori pemahaman yang benar tentang Desa. Agar tercapai pemahaman yang benar kita perlu menyebarluaskan pemahaman kebenaran identitas mayarakat desa kepada pihak yang menangani masalah pedesaan. 
Masyarakat pedesaan sebagai masyarakat yang memiliki tradisi yang melekat kuat sebagai cerminan identitas bangsa, sudah tentu memiliki banyak dinamika yang disebut perubahan sosial yang pernah dilewatinya, baik perubahan yang cepat atau perubahan yang lambat. Mungkin kebanyakan dari kita banyak mengenal masyarakat pedesaan melalui persepsi masyarakat kota, diskusi rencana penelitian, hasil ngobrol dengan teman di perkantoran, tempat kunjungan wisata dan lain sebagainya. Tentu istilah “kampungan”, kurang baik, kurang maju, terbelakang dan kuno. Begiulah pandangan yang sering kali muncul, oleh karena itu pemahaman pada masyarakat desa menjadi sangat perlu, sebab dengan pemahaman yang benar maka  pembangunan menuju masyarakat desa yang maju akan benar pula. Desa yang masih kental dengan tradisi dan budaya, tercermin dari pola interaksi individu-individu dan komponen masyarakat yang ada didalamnya. Pembangunan masyarakat desa, banyak pihak yang harus dilibatkan secara aktif, seperti halnya pemerintah setempat, para pemuka masyarakat, mahasiswa, terutama masyarakaat pedesaan itu sendiri.
Landis (1948: 123-131) Masyarakat desa memiliki kecenderungan-kecenderungan psikologis: mereka memiliki sifat menentang terhadap orang luar, sikap otoriter orang yang lebih tua terhadap yang muda, kecenderungan memikirkan diri atau lingkunganya sendiri, toleran dengan nilai yang dianut, bersifat konservatisme, bersikap pasrah, dan bersifat pedalaman (kurangnya kontak sosial dengan dunia luar). Perlu diketahui, bahwa tidak semua kecenderungan psikologis yang dikemukakan Landis berlaku pada semua masyarakat pedesaan, akan tetapi ini bergantung pada  tingkat perubahan yang berlangsung ditengah masyarakat pedesaan. Dengan kata lain bahwa ada hubungan antara kecenderungan psikologis dengan tingkat perubahan yang dicapai oleh masyarakat desa.
Perubahan dan perkembangan yang berlangsung didesa justru merupakan salah satu identitas masyarakat itu sendiri, masyarakat desa di Indonesia hampir tidak terkecuali. Pada decade-dekade terakhir ini, pembangunan dan modernisasi terus meningkat. pemahaman kita terhadap masyarakat desa tidak hanya sebatas pada asumsi yang bersumber pada pemahaman perkotaan serta tata ruang semata, akan tetapi perlu membangun pemahaman yang benar. melalui  pemahaman yang benar terhadap identitas masyarakat desa yang sesungguhnya, maka pembangunan desa menuju masyarakat yang terbuka akan modern bisa dilakukan secara benar.

Identitas Masyarakat Pedesaan
Masyarakat desa sering dianggap sebagai masyarakat yang tergolong masyarakat kelas bawah (lawer class), Pemahaman kita terhadap desa sebagai masyarakat  yang sikap kolot, tertinggal, bodoh, dan bertingkah memalukan (primitive). pada Kenyataan yang sebenarnya masyarakat desa memiliki nilai simpatik yang sulit ditemukan pada masyarakat perkotaan umumnya, terlalu jauh mengkonsumsi peradaban modernitas yang kebablasan dan sikap individualitas tinggi. adapun identitas masyarakat desa seperti yang diuraikan oleh M. Suprihadi (1983: 6-13), bahwa masyarakat desa sebagai masyarakat yang beradat, bertutur dan berkerohanian.

Identitas Pedesaan Sebagai Masyarakat yang Beradat, Keeratan dan kepatuhan masyarakat pedesaan terhadap adat istiadat terikat sangat kuat oleh kebiasaan dan tradisinya sehari-hari. Oleh karena itu, bagaimanapun juga mereka sangat menjunjung tinggi adat dan tradisi mereka, yang menyebabkan mereka tetap teguh dengan pesan-pesan dari nenek moyang, dan apa yang menjadi kebenaran menurut masyarakatnya. Ketangguhan itu disatu sisi, merupakan modal dan milik masyarakat desa yang tidak boleh dipandang remeh. Justru dengan keteguhan adat mereka yang membuat mereka tidak mudah goyah pendirianya terhadap gangguan dari pengaruh luar. Bahkan cenderung tidak mengalami perubahan secara cepat. Mereka sangat lamban mengikuti perkembangan jaman yang bernilai peradaban modern.
Adat istiadat masyarakat desa erat kaitanya dengan system nilai keagamaan, hampir dapat dipastikan bahwa setiap masyarakat desa memiliki keeratan hubungan dengan keagamaan dan upacara-upacara. Kecenderungan menganut agama tertentu menjadikan upacara keagamaan itu diresmikan sebagai upaca adat. Perlu kita catat, keeratan adat istiadat dan tradisi mereka merupakan salah satu identitas masyarakat desa yang harus dipahami, sebagai masyarakat yang beradat maka untuk mendekati mereka sudah tentu harus memahami dulu identitas mereka.

Identitas Pedesaan sebagai Masyarakat yang Bertutur, Tradisi bertutur atau lisan sangat kuat dimasyarakat pedesaan. Masyarakat desa hampir dapat dipastikan keteguhan tadisi lisanya sangat kuat dibandingkan dengan tradisi tulisanya, itulah yang menyebabkan masyarakat desa lebih banyak menggunakan kebiasaan bertutur, berceritera dan berkata secara lisan dalam pengajaran dan pewarisan budayanya. Banyak tersebar cerita rakyat, ungkapan-ungkapan lisan masyarakat desa yang sering membuat kita bingung, maka perlu kita bangga kepada para pembuat karya tulis yang berhasil menelusuri identitas desa melalui pepatah, cerita-cerita dan ungkapan budaya yang ada ditengah masyarakat desa. Oleh karena demikian, jangan pernah sepelekan cerita dan omongan masyarakat desa bila kita menginginkan untuk bergaul dengan mereka. Terlebih lagi dalam mendekati mereka meskipun kita besal dari kota yang sudah modern dan cenderung individualistic, perlu banyak belajar dari masyarakat pedesaan. Masyarakat desa tidak membutuhkan kata-kata muluk dan kata asing, yang mereka butuhkan adalah kata-kata sederhana yang mudah mereka pahami sering kita temukan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Masyarakat yang bertutur berarti masyarakat yang teguh memegang tradisi lisan sebagai tradisi utama.  Setiap permasalahan yang berlangsung ditengah masyarakat cenderung diselesaikan dengan banyak bertutur kata dan pertemuan dengan anggota masyarakatnya. Masyarakat desa menjunjung tinggi pertemuan dan rapat-rapat (rembung desa). Rembung desa sebagai lembaga tertinggi dalam masyarakat desa perlu ada disetiap penyelesaian masalah besar yang bersifat menentukan kehidupan bersama. Sehingga sangat tidak bijaksana ketika kita menggunakan jalur resmi turun di desa, tinggalkan pribadi yang individualistic, melebur diri dengan budaya mereka. Walupun mereka sebagai masyarakat yang bertutur akan tetapi tetap menggunakan aturan yang sudah disepakati bersama oleh masyarakat setempat.

Identitas Pedesaan sebagai masyarakat yang berkerohanian, Pada umumnya antara kepercayaan kerohanian, adat, dan agama dalam kaitanya dengan masyarakat desa sangat kuat. Mungkin ungkapan ini pada sisi lain memang sangat tepat. Identitas masyarakat pedesaan memiliki perhatian yang besar terhadap permasalahan yang berkaitan dengan kerohanian (kuasa-kuasa, roh-roh, dll.). Seperti halnya kepercayaan, kebatinan,  dan agama. Masyarakat desa cenderung lebih relative kerohanian dibanding masyarakat yang tinggal jauh dari pedesaan. 
Masyarakat desa tidak akan mudah merubah kepercayaanya terhadap nilai yang sudah berakar didalam kehidupanya, mengasumsikan mereka tahayulpun bukan perkara mudah kita bisa dituduh sebagai pengacau masyarakat. Pokok kepercayaan masyarakat desa seperti halnya diungkapkan oleh Sastrosupono (1983:14-16), pertama alam dan penciptaan serta penciptaan, kedua, hidup itu sementara, maka mengupayakan kehidupan yang abadi, ketiga, kebersaman merupakan suasan rohaniah pedesaan. Masyarakat desa sangat mengutamakan kehidupan rohani, perasaan peka rohani, tidak individualistic, tidak egois. Tidak salah banyak para ahli mengatakan bahwa Agama dan kepercayaan kepada tuhan lebih hidup dalam kehidupan di desa dari pada diperkotaan. Masyarakat desa lebih sadar akan hal-hal yang bersifat rohanian,


Referensi
  • Chambers, Roberts.1962. Rural development putting the last first (membangun desa mulai dari belakang). LP3S: Jakarta.
  • Christenson, James A. and jerry W. Robinson, JR. 1980.community development in America.ames.iowa: the iowa state university press.
  • Leibo, Jefta, 1990.Sosiailogi pedesaan.andi offset: Yogyakarta.
  • Sastrosupono, M. Suprihadi.1983. Desa kita. offset alumni;Bandung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat Bima Kisah Putri yang Hilang Dae La Minga

DESA LAJU DAN TRANSMIGRASI UPT LAJU MERINTIS PEMBAGUNAN BIMA

Seni Beladiri Gantao Sebagai Identitas Suku Mbojo