Masyarakat (Multikultural) dan Pro-kontra Gerakan Transnasional Islam di Indonesia

Oleh: Rehan Mulyadin
*Materi diskusi Forms NTB-Surakarta, Materi ke-II



Islam di Indonesia
Setelah tumbangnya rejim orde baru, konstalasi peta politik ditanah air mengalami perubahan yang signifikan atau terjadi reformasi dalam segala bidang kehidupan pemerintahan, hukum, kepolisian, tentara, dan yang lebih penting adalah terjadi reformasi system politik, pemilu dan susduk MPR, DPR, DPRD yang diikuti dengan kebijakan politik mengenai otonomi daerah. Pasca reformasi system politik, banyak kalangan intelektuan, kelompok kepentingan, kalangan agamawa, kalangan perempuan,etnis dan ras serta berbaga pihak yang concern pada perkembangan politik dan demokrasi memberikan respon atas perubahan tersebut. 
Partai politik yang banyak diminati adalah yang secara simbolik berkaitan dengan islam, sehingga politik di Indonesia “identik” dengan islam, pada pemilu tahun 1999 banyak partai yang bermunculan dan banyak diminati oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Seperti halnya partai-partai Islam yang kita kenal sekarang, parti islam seperti PPP, partai bulan bintang (PBB), parta keadilan sejahtera (PKS), partai amanat nasional (PAN), partai nahdatul ulama (PNU), dan partai umat muslim Indonesia (PUMI). Walaupun demikian dominasi partai Golkar dan partai nasional lainya seperti PDI perjuangn dan PKPI, tetap tidak bisa terhindarkan (syarifuddin, 2008:57).
Pergeseran cuaca politik dari masa orde baru kemasa reformasi yang ditangai dengan gerakan mahasiswa dan berakhirnya masa kepresidenan Soeharto sebagaimana kita kenal sebagai rejim otoriter pada tahun 1998, telah membawa banyak perubahan terhadap pola komunikasi elit agama, akademisi dan praktisi. Para kritikus yang selama masa orde baru termarjinalkan. Kehadiran elit baru dalam pentas politik Indonesia, dan mengancam esksistensi partai golkar yang jaya pada masa orde baru. Melalui pergantian cuaca politik inipula, partai-partai islam bermunculan dan mendapat dukungan luas dari masyarakat muslim yang mayoritas dinegeri ini. Tumbuh berkembangnya partai politik baru ini, tidak terlepas dari dukungan keberpihan kepentingan masyarakat, khususnya masyarakat muslim. Kita juga harus akui bahwa pemilu tahun 1999 bukanlah pemilu pertama yang dilaksanakan dengan demokrasi, tetapi telah terlaksana pemilu pertama pada tahun 1955.
Dalam perspektif teori sosial, Emiledurkheim menemukan bahwa Esensi abadi agama dalam suatu latar yang memisahkan yang sacral dari semua hal yang duniawi (Edwar, 2007). Yang sacral diciptakan melalui ritual-ritual yang mengubah kekuatan moral masyarakat kedalam symbol-simbol agamais yang mengikat para individu pada kelompok.  Dengan ikatan moral itu menjadikan ikatan kognitif, karena kotegori-kategori untuk pemahaman, seperti klasifikasi, waktu, ruang  dan penyebab, juga berasal dari ritual-ritual agamais (Ritzer, 2007:168). Dalam aktualisasi menjamurnya partai politikyang berbasiskan islam di Indonesia, menyadarkan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat yang mayoritas muslim, langkah yang mereka anggap tepat sebagai basis kekuatan politik.
Tradisi dan budaya pluralistas

Gerakan Transnasional Islam di Indonesia
Islam Garis Keras
Islam garis keras yang dimaksudkan disini sebagai individu dan organisasi. Individu garis keras yaitu orang yang menganut secaa mutlak ataau absolutism pemahaman agama, bersikap tidak toleran terhadap pandangan dan keyakinanyang berbeda, perilaku atau menyetujui perilaku dan mendorong orang lain atau kepemerintahan berperilaku memaksakan pandangannya sendiri kepada orang lain. Memusuhi serta membenci orang lain yang disebabkan oleh perbedaan pandangan. Membenarkan kekerasan terhadap orang lain dan Menolak pancasila sebagai dasar Negara atau landasan hidup bersama. Menginginkan terbentuknya Negara islam dan khilafah islamiyah.
Organisasi garis keras yaitu kelompok yang menghimpun individu-individu garis keras, dengan visi dan misi orgaanisasi yang berorientasi pada tindak tidak toleran terhadap perbedaan baik secara tampak maaupun tersembunyi.
Strategi utama gerakan islam transnasional dalam usaha mewujutkan umat islam menjadi radikal dan keras adalah dengan membentuk kelompok-kelompok local sebagai kaki tangan ideology wahabi atau salafi. serta berusaha meminggirkan dan memusnahkan bentuk-bentuk budaya islam yang lebih toleran yang telah lama ada dan dominan diberbagai belahan dunia. Seperti halnya di daerah-daerah arab Saudi, sudan, gazah, afhganistan, thaliban dan Pakistan. Kebanyakan islam dibelahan dunia muslim, hampir tidak ada usaha serius untuk mengungkap gerakan kelompok-kelompok garis keras serta mobilisasi dukungan untuk pandangan yang umumnya pluralistic, dan sejalan dengan dunia modern.
Para aktifis garis keras, menyadari sepenuhnya bahwa mereka tengah terlibat dalam perang “ide-ide” dan konsep untuk meyakinkan umat islam diseluruh dunia, bahwa ideology ekstrem mereka adalah sebagai satu-satunya interpretasi kebenaraan tentang islam. Mereka lebih memahami islam secara monolitik dan menolak varian-varian islam local dan spiritual seperti diramalkan umat islam paada umumnya, sebagai bentuk pengamalan islam yang salah dan sesat karena sudah tercemar karena tidak murni lagi (Abdurraahman wahid, 2009;43).
Di Indonesia pada kenyataanya nilai spiritual masih sangat kuat, dan tokoh-tokoh islam Indonesia yang menyadaria akan adanya ancaman gerakan islam garis keras dan menghadapinya. Reaksi terhadap infiltrasi dan aktifitas gerakan ini, seperti dakwah wahabi atau salafi ini dapat dilihat pada SKPP Muhammadiyah nomor 149/kep/1.0/B/2006, fatwa majelis bahstul masa’il NU tentang khalifah islamiah, majelis ulama Indonesia (MUI), serta respon ulama dan tokoh nasional tentang bahaya dan ancaman gerakan transnasional.
Reaksi ormas-ormas moderat dan respon para ulama serta tokoh-tokoh nasional dalam menanggapi indikasi menguatnya pengaruh, dan infiltrasi gerakan islam garis keras di Indonesia, pada dasarnya menjadi pelajaran baagi umat islam di Indonesia dan seluruh dunia dalam melakukan mobilisasi perlawanan atas gerakan wahabi/salafi, serta menggalang dukungan dari para pemimpin islam yang belum tercemar oleh gerakan islam garis keras ini untuk sama-sama mengkanter penyebaran ideology gaaris keras tersebut. Upaya-upaya untuk menemukan titik teran dari aktivitas –aktivitas gerakan transnasional secara publik.

Ideology Wahabi-ikhwanul Muslimin di Indonesia
Dalam salah satu hadits menyatakan  bahwa “umat islam akan terbagi dalam 73 golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu yang akan selamat, yaitu yang memegang teguh kepada sunah kudan jamah sahabatku” (ma’ana alaih wa ash habii).  Dalam versi lain menyatakan, “semua akan selamat, kecuali satu” (akan tetapi riwayat ini dinilai lemah/ dla’ifi), (Naazhhm al-mutanatsir, jilid I: 47). Kelompok ini kemudian populer dengan istilah ahlussunah wal jama’ah (aswaja), Para ulama berusaha dengan keras untuk mengidentifikasi aswaja ini, yang kemudian menyimpulkan dalam konteks interaksi sosial dalam sikap al-tawassuth wali’tidal, atau sikap moderat dan konsisten.
Hadis ini sangat terkenal, disebabkan karena kehidupan akhirat. Perbedaan versi ini menjadikan dualism pemahaman. Apakah dari 73 golongan ini semuanya masuk neraka kecuali satu kelompok, atau sebaliknya 73 golongan ini selamat kecuali satu golongan yang celaka. Pengklaiman kelompok mana yang benar dan yang slah tentu tidak akan pernah menemukan jalan klaim yang benar. Demi mendapatkan pengklaiman yang benar rela mengkafirkan pihak yang lain, untuk memperkuat bahwa keselatan itu milik kelompok mereka. Karena kesibukan dengan saling mengklaim, akhirnya mereka lupa bahwa keselamatan tidak ditentukan oleh pengklaiman yang benar dan yang salah. Tetapi dengan ketulusan dan keikhlasandalam beragama, berserah diri, tunduk dan patuh terhadap perintah dan larangan dari Allah SWT.
Dalam salah satu hadist baarang siapa yang mengkafirkan saudaranya, maka salah seorang darinya benar-benar kafir (man kaffara aakha’hu faqad ba’a biha’ ahaduha Hr. Ahmad ibnu hambal)(masnad abdullah ibn umar jilid III;455)  dalam haadist lain menegaskan siapapun yang mengkafirkan saudaranya tampa kejelasan yang nyata, adalah dia sendiri yang kafir (man kaffara akha’hu bighairi ta’wil fahuwa kama’ qala’ Hr. Imam bukhhari) (shahih al-bukhari, jilid XX Bab 73;259). Kita tidak memiliki hak untuk mengklaim hukum milik tuhan, Hukum mengkafirkan sesama manusia, telah mengesampingkan peran akal manusia dalalm memahami makna yang tersirat maupun tersurat dalam wahyu, hukum hanyalah milik Allah SWT.
Wahabi adalah sebuah sekte keras. Wahab sendiri lahir pada taahun 1703/1115 di uyaainaa, daerah najd bagian timur kerajaan arab Saudi sekarang. Pemahaman ekstrem dank eras ibn alwahab yang disebut wahaabi oleh para pengikutnya hingga saat ini masih terus diperjuangkan. Sekte ini menolak rasionalisme, tradisi dan beragam khazanah intelektual dalam Islam. Kehadiran wahabi di Indonesia era modern tidak bisa dielakandan sulit menolak adanya relasi antara fenomena kekerasan seperti halnya yang terjadi di arab Saudi dan disebarkan ke Nusantara oleh peran dari agen mereka (Abdurraahman wahid, 2009;59).


Referensi 
  • M. Imam Zamroni. 2005.Islam, Pesantren Dan Terorisme. Jurnal Pendidikan Agama Islam Vo1. ll. No. 2. 
  • Abdurrahman wahid, syafi’I ma’arif dan mustofa bisri. 2009. Ilusi Negara islam: ekspansi gerakan islam transnasional di Indonesia. The wahid institute dan maarif institute:Jakarta 
  •  Hendrik Boby Hertanto.2012 .Masyarakat Multicultural Dan Multikulturalisme.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat Bima Kisah Putri yang Hilang Dae La Minga

DESA LAJU DAN TRANSMIGRASI UPT LAJU MERINTIS PEMBAGUNAN BIMA

Seni Beladiri Gantao Sebagai Identitas Suku Mbojo