KETIKA KAUM AKADEMISI BICARA GERAKAN TRANSNASIONAL ISLAM
Karakteristik Masyarakat Indonesia (Multikultural) dan Pro-kontra Gerakan Transnasional Islam
Oleh:
Rehan Mulyadin
*Materi
diskusi Forms NTB-Surakarta ke-I
Karakter Masyarakat Indonesia
Indonesia merupakan masyarakat
multikultural. Hal ini terbukti di Indonesia memiliki banyak suku bangsa yang
masing-masing mempunyai struktur budaya yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat
dilihat dari bahasa, adat istiadat, religi, tipe kesenian, dan lain-lain. Pada
dasarnya suatu masyarakat dikatakan multicultural jika dalam masyarakat
tersebut memiliki keanekaragaman dan perbedaan. Keragaman dan perbedaan yang
dimaksud antara lain, keragaman struktur budaya yang berakar pada perbedaan
standar nilai yang berbeda-beda, keragaman ras, suku, dan agama, keragaman
ciri-ciri fisik seperti warna kulit, rambut, raut muka, postur tubuh, dan
lain-lain, serta keragaman kelompok sosial dalam masyarakat.
Berbicara masyarakat multikultural
adalah membicarakan tentang masyarakat negara, bangsa, daerah, bahkan lokasi
geografis terbatas seperti kota atau sekolah, yang terdiri atas orang-orang
yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dalam kesederajatan (C.W. Watson,
1998). Pada hakikatnya masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri
atas berbagai macam suku yang masing-masing mempunyai struktur budaya (culture)
yang berbeda-beda. Dalam hal ini masyarakat multikultural tidak bersifat
homogen, namun memiliki karakteristik heterogen di mana pola hubungan sosial
antarindividu di masyarakat bersifat toleransi dan harus menerima keberadaan
untuk hidup berdampingan secara damai (peace to existence) satu sama
lain dengan perbedaan yang melekat pada tiap etnisitas sosial dan politiknya. Oleh
karena itu, dalam sebuah masyarakat multikultural sangat mungkin terjadi
konflik vertikal dan horizontal yang dapat menghancurkan masyarakat tersebut.
Sebagai contoh, pertikaian yang melibatkan sentimen etnis, ras, golongan dan
juga agama terjadi di berbagai negara mulai dari Yugoslavia, Cekoslavia, Zaire
hingga Rwanda, dari bekas Uni Soviet sampai Sudan, dari Sri Lanka, India hingga
Indonesia.
Pengertian Masyarakat Multicultural
Pengertian masyarakat multicultural (majemuk). Dalam berbagai perspektif: J.S. Furnivall (1967)
Bahwa masyarakat multicultural merupakan masyarakat yang terdiri atas dua atau
lebih komunitas (kelompok) yang secara cultural dan ekonomi terpisah-pisah
serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda-beda satu sama lainnya. Dengan
demikian, berdasarkan konfigurasi (susuannnya dan komunitas etnisnya,
masyarakat majemuk dibedakan menjadi empat kategori, yaitu: pertama, Masyarakat
majemuk dengan komposisi seimbang. Kedua, Masyarakat majemuk dengan mayoritas
dominan. ketiga, Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan. Keempat,
Masyarakat majemuk dengan fragmentasi. Nasikun (2004)
Masyarakat majemuk merupakan suatu masyarakat yang menganut berbagai system
nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya
adalah sedemikian rupa sehingga para anggotanya kurang memiliki loyalitas
terhadap masyarakat sebagai suatu keseluruhan, kurang memiliki homogenitas
kebudayaan atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu
sama lain.
Pierre L. Vanden Berghe hanya menyebutkan sifat-sifat dari masyarakat
multicultural sebagai berikut: Terjadinya segmentasi dalam bentuk
kelompok-kelompok yang sering kali memiliki sub-kebudayaan yang satu sama lain
berbeda. Memiliki struktur social yang berbagi-bagi ke dalam
lembaga-lembaga yang bersifat nonkomplementer. Kurang mengembangkan consensus
diantara para anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar. Secara
relative, sering kali mengalami konflik-konflik di antara kelompok yang satu dangan
kelompok yang lainnya. Secara relative, integritas social tumbuh di atas
paksaan dan ketergantungan di dalam bidang ekonomi. Adanya dominasi politik
oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lainnya. Clifford Geertz
(1973) Ia menyebut konsep masyarakat majemuk sebagai ”masyarakat pluralistic”.
Masyarakat Plural setidak-tidaknya ditandai oleh ikatan-ikatan primodial yang
dapat diartikan dengan budaya pencitraan atau “penandaan” yang diberikan
(given), diantaranya: Ras, Bahasa, Daerah/ wilayah Geografis, Agama, dan
Budaya.
Permasalahan dalam Masyarakat Multicultural
Untuk membangun masyarakat
multikultural yang rukun dan bersatu, ada beberapa nilai yang harus dihindari,
yaitu:
Pertama, Primordialisme artinya perasaan
kesukuan yang berlebihan. Menganggap suku bangsanya sendiri yang paling unggul,
maju, dan baik. Sikap ini tidak baik untuk dikembangkan di masyarakat yang
multicultural seperti Indonesia. Apabila sikap ini ada dalam diri warga suatu
bangsa, maka kecil kemungkinan mereka untuk bisa menerima keberadaan suku
bangsa yang lain.
Kedua, Etnosentrisme artinya sikap atau pandangan yang
berpangkal pada masyarakat dan kebudayaannya sendiri, biasanya disertai dengan
sikap dan pandangan yang meremehkan masyarakat dan kebudayaan yang lain.
Indonesia bisa maju dengan bekal kebersamaan, sebab tanpa itu yang muncul
adalah disintegrasi sosial. Apabila sikap dan pandangan ini dibiarkan maka akan
memunculkan provinsialisme yaitu paham atau gerakan yang bersifat kedaerahan
dan eksklusivisme yaitu paham yang mempunyai kecenderungan untuk memisahkan
diri dari masyarakat.
Ketiga, Diskriminatif merupakan sikap yang
membeda-bedakan perlakuan terhadap sesama warga negara berdasarkan warna kulit,
golongan, suku bangsa, ekonomi, agama, dan lain-lain. Sikap ini sangat
berbahaya untuk dikembangkan karena bisa memicu munculnya antipati terhadap
sesame warga negara.
Keempat, Stereotip merupakan konsepsi mengenai
sifat suatu golongan berdasarkan prasangka yang subjektif dan tidak tepat.
Indonesia memang memiliki keragaman suku bangsa dan masing-masing suku bangsa
memiliki cirri khas. Tidak tepat apabila perbedaan itu kita besar-besarkan
hingga membentuk sebuah kebencian.
Indonesia, sebagai sebuah negara yang
kaya akan khazanah budaya. Beribu-ribu pulau berjajar dari ujung barat sampai
ujung timur, mulai dari Sumatra hingga Papua. Setiap pulau memiliki suku
bangsa, etnis, agama, dan ras masing-masing. Keadaan inilah yang menjadikan
masyarakat Indonesia menjadi masyarakat multikultural. Semboyan Bhinneka
Tunggal Ika bisa jadi merupakan sebuah ”monumen” betapa bangsa yang
mendiami wilayah dari Sabang sampai Merauke ini memang merupakan bangsa yang
majemuk, plural, dan beragam.
Keanekaragaman budaya dan masyarakat
dianggap pendorong utama munculnya persoalan-persoalan baru bagi bangsa
Indonesia. Contoh keanekaragaman yang berpotensi menimbulkan permasalahan baru
sebagai berikut.
Pertama, Keanekaragaman Suku
Bangsa Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki kekayaan budaya
yang luar biasa banyaknya. Yang menjadi sebab adalah keberadaan ratusan suku
bangsa yang hidup dan berkembang di berbagai tempat di wilayah Indonesia. Kita
bisa membayangkan apa jadinya apabila masing-masing suku bangsa itu mempunyai
karakter, adat istiadat, bahasa, kebiasaan, dan lain-lain. Kompleksitas nilai,
norma, dan kebiasaan itu bagi warga suku bangsa yang bersangkutan mungkin tidak
menjadi masalah. Permasalahan baru muncul ketika suku bangsa itu harus
berinteraksi sosial dengan suku bangsa yang lain. Konkretnya, apa yang akan
terjadi denganmu saat harus bertemu dan berkomunikasi dengan temanmu yang
berasal dari suku bangsa yang lain.
Kedua, Keanekaragaman Agama
Letak kepulauan Nusantara pada posisi silang di antara dua samudra dan dua
benua, jelas mempunyai pengaruh yang penting bagi munculnya keanekaragaman
masyarakat dan budaya. Dengan didukung oleh potensi sumber alam yang melimpah,
maka Indonesia menjadi sasaran pelayaran dan perdagangan dunia. Apalagi di
dalamnya telah terbentuk jaringan perdagangan dan pelayaran antarpulau. Dampak
interaksi dengan bangsa-bangsa lain itu adalah masuknya beragam bentuk pengaruh
agama dan kebudayaan. Selain melakukan aktivitas perdagangan, para saudagar
Islam, Hindu, Buddha, juga membawa dan menyebarkan ajaran agamanya. Apalagi
setelah bangsa Barat juga masuk dan terlibat di dalamnya. Agama-agama besar pun
muncul dan berkembang di Indonesia, dengan jumlah penganut yang berbeda-beda.
Kerukunan antarumat beragama menjadi idam-idaman hampir semua orang, karena
tidak satu agama pun yang mengajarkan permusuhan.
Ketiga, Keanekaragaman Ras
Salah satu dampak terbukanya letak geografis Indonesia, banyak bangsa luar yang
bisa masuk dan berinteraksi dengan bangsa Indonesia. Misalnya, keturunan Arab,
India, Persia, Cina, Hadramaut, dan lain-lain. Dengan sejarah, kita bisa
merunut bagaimana asal usulnya (Hendrik Boby Hertanto.2012).
Surakarta, 04 April 2016
*Materi diskusi Forms NTB-Surakarta ke-I
Arihan Mahasiswa PPs. Sosiologi
Universitas Sbelas Maret Surakarta
Referensi
- M. Imam Zamroni. 2005.Islam, Pesantren Dan Terorisme. Jurnal Pendidikan Agama Islam Vo1. ll. No. 2.
- Abdurrahman wahid, syafi’I ma’arif dan mustofa bisri. 2009. Ilusi Negara islam: ekspansi gerakan islam transnasional di Indonesia. The wahid institute dan maarif institute:Jakarta
- Hendri boby hartono. 2012. Masyarakat Multicultural Dan Multikulturalisme.
Komentar
Posting Komentar