KEJANGGALAN RESOLUSI KONFLIK DESA LAJU Kec. LANGGUDU Vs TOLOUWI Kec. MONTA KABUPATEN BIMA ANTARA ANGAN-ANGAN DAN KENYATAAN

 Oleh: Rehan Mulyadin 
(Senin, 09 Oktober 2017)


(*Kado Aspirasi untuk Hj. Indah Damayanti Putri dan Drs.H.Dahlan M.Noer Selaku Bupati dan Wakil Bupati Bima)

Jangan lupakan konflik Laju dan Tolouwi Bupati!!!
Konflik antara desa Laju dengan Tolouwi yang berlangsung pada Selasa, 9 Mei 2017 bukanlah tampa Alasan, terlalu banyak kerugian yang diderita oleh warga desa Laju dalam konflik ini, mulai dari kasus perampokan atas putra-putri dari desa Laju, pembacokan terhadap saudara Asikin rombongan Musyawarah damai, Pembakaran 6 unit motor milik warga Laju yang Menginginkan perdamaian atas kasus perampokan oleh warga Tolouwi, tertembak matinya seorang anak atasnama Alm. Ovardiansyah, di tahannya 3 orang saudara kita Busran, Firman dan Mustamin dengan UU Darurat, dan marginalisasi dari kepolisian atas masyarakat Laju dengan stigma buruk lainya, menjadikan Desa Laju kita tercoreng nama baiknya ditataran daerah Bima, namun bukan lah itu semua yang kita khawatirkan bersama, yaitu kekhawatiran kita akan munculnya generasi pendendam, munculnya sikap apatis atas pembangunan dari Pemerintah, tumbuh suburnya tindakan kriminalisasi, terabaikanya pembangunan SDM, dan lain sebagainya. semua hal itu menjadikan tugas Mahasiswa dan Pemuda yang peduli menjadi berlipat ganda.
Kesadaran yang masif perlu kita bangun secara kolektif. biarkan semua musiba yang menimpa kita itu menjadi pembelajaran yang berharga untuk kedepanya. bukanya warga Laju tidak mungkin untuk mengulangi kembali tragedi tahun 2003 itu (konflik dengan Tanjungmas, red), masyarakat yang tengah mulai sadar dengan kehidupan sosial dan budaya itu ditandai dengan sikap yang lebih lunak, akan tetapi terkadang munculnya sikap superioritas itulah yang menimbulkan kegegabahan dari sebagian masyarakat yang berimbas pada kerugian dan musibah yang besar menimpa masyarakat secara umum. Warga desa Laju perlu memBuktikan pada Masyarakat daerah Bima dan pulau Sumbawa, khususnya Pemprof NTB, bahwa Laju bukan sekedar Nama desa. akan tetapi Laju lebih dari sekedar nama Desa, Desa Laju memiliki sejuta kekayaan, yaitu memiliki putra-putri terbaik yang siap membangun, dengan segala potensi,skill dan kemampuan Sumber Daya Manusia lainya.

Kronologis Konflik berawal dari Kasus Perampokan yang diduga kuat melibatkan warga Tolo Uwi yang mengakibatkan setidaknya 7 orang  dari warga Laju menjadi korban tindak kekerasan dengan merampas barang milik korban berupa 4 unit hand phone genggam dan 1 buah tas jinjing yang dimiliki oleh salah satu korban. Kronologis perampokan dengan kekerasan tersebut dapat kita simak melalui urutan kejadian berikut:
  • Pada tanggal 8 mei 2017 pukul 15.10 orang tua korban, pemerintah Desa Laju, tokoh Pemuda dan Mahasiswa memutuskan untuk datang menyelesaikan masalah anak-anaknya di desa  Tolouwi secara damai tampa harus dipersulit dengan masalah hukum (datang secara kekeluargaan) oleh karena hubungan antara kedua warga sebelumnya cenderung harmonis, rombongan berangkat dengan menggunakan 1 unit mobil pick up dan satu unit sepeda motor, (yang kemudian disusul oleh 11 unit motor lainya). Sebelumnya telah dilakukan kontak Via Hand Phone oleh pemerintah desa Laju yang diantaranya Kepala Desa Tolouwi, BPD dan Babinsa (TNI) untuk memediasi mengambil kembali barang yang tengah di kuasai oleh pelaku perampokan. Sesampainya rombongan pemerintah desa Laju di desa tolouwi, kemudian masuk di rumah panggung milik bapak Sumitro dipinggir jalan (bapak salah satu korban perampokan) yang sudah ditunggu oleh Kepala Dusun, BPD dan ketua RT desa Tolouwi, ketika Rombongan tengah mengkonfirmasi Babinsa Tolouwi untuk memediasi, terjadilah penyerangan secara frontal dengan mengepung rumah yang dipakai sebagai tempat musyawarah tersebut oleh warga tolouwi.

    Pada Tanggal 08 Mei 2017  Sekitar pukul 13.30. Korban yang bernama Hesty sugiarti putri dari Sudirman M. Ali selaku Kaur Desa Laju dan 6 orang temanya yang terdiri dari Desi ratnasari, Fatimah, Khusnul khatima, Imam kurniawan, Bima ardiansyah, dan Misnawi. Di rampok di pantai Wane ketika sedang beranjak pulang dari rekreasi bersama teman-temanya. Pelaku perampokan datang dengan memakai penutup wajah dari sarung dengan menggunakan sepeda motor berbonceng tinga, menghadang motor korban sambil mengeluarkan masing-masing parang dan golok, kemudian meminta barang-barang milik korban untuk di serahkan pada mereka. Menarik paksa tas milik salah satu korban dengan memotong tali tas itu dengan parang, akan tetapi salah satu pelaku tersebut tidak memakai penutup wajah yang kemudian dikenal wajahnya oleh salah satu korban, bahwa pelaku berasal dari warga desa Tolo Uwi (korban mengenal salah satu pelaku bernama Juhriandi alias Juri Rt 08, belakangan diketahui bersama dua orang temanya yang bernama Suaeb alias Semi Rt 08, dan Habibi alias Robi Rt 04 dari dusun Kampo Nggaro-Tolouwi), kebetulan juga korban yang mengenal pelaku itu tinggal di rumah ibunya di Tolouwi bersama bapak tirinya.
Gambar 1.1: Pembakaran motor warga Laju di lapangan tolouwi (Bimakini.com)
Gambar 1.2: Bangkai Motor Warga Desa Laju di Polres Bima (dok. pribadi)

Pada pukul 16.40, terjadi pelemparan rumah bapak Sumitro oleh warga tolo uwi dengan menggunakan Batu, disertai diikuti suara tembakan senjata rakitan. Semua anggota rombongan dari Laju mengamankan diri di dalam rumah bapak sumitro, sementara sebanyak 5 unit motor milik rombongan warga Laju dibakar di lapangan tolouwi setelah dirusakin dan dikumpulkan dilapangan terbuka, motor tersebut  terdiri dari motor Vix-ion Jumbo 2 unit, Vix-on standar 1 unit, 1 unit motor Mio z dan diantaranya 1 unit motor honda CBR milik saudara Asikin korban pembacokan. Dalam aksi penyerangan tersebut mengakibatkan jatuh Korban atas nama sdr Asikin, dia mengalami luka serius di bagian kepala sebelah kiri hingga mengalami retak tengkorak,  lengan tangan kanan dan kiri hampir terputus akibat kena senjata tajam (menurut keterangan warga setempat, bahwa korban sudah dianggap meninggal dunia).


Gambar 2.1: Keadaan korban Asikin warga desa Laju di RSUD Bima  (dok. pribadi)

Pada pukul 18.50, Polsek Monta tiba di lokasi dan melakukan evakuasi rombongan yang masih bertahan diatas rumah, dengan menghalau kerumunan warga yang mencoba menyerang rombongan dari desa Laju yang tengah dievakuasi dengan menggunakan 1 unit mobil patroli milik Polsek Monta, sempat terdengar beberapakali letusan senjata rakitan milik warga tolouwi yang menyebabkan kepolisian ikut bereaksi dengan menembak di udarah beberapa kali tembakan. Setelah rombongan keluar dari desa tolouwi, kemudian berpindah mobil dengan menaiki mobil truck di desa sondo yang kemudian diteruskan hingga kembali ke desa laju, sementara korban Asikin langsung di larikan ke Puskesmas Monta yang kemudian diteruskan ke RSUD Bima. 

Pada 9 mei pukul 09.20, Polsek dan camat Langgudu meminta kepada perwakilan pemuda dan pemerintah desa Laju untuk bertemu dengan Muspika Monta dan pemerintah desa tolo uwi yang difasilitasi oleh Polres Kabupaten Bima (yang saat itu diwakili oleh waka Polres Bima), belum sempat pembicaraan menemukan titik solusi, dan musyawarah diberhentikan akibat kedua warga tengah bersitegang, tengah memasuki desa tolouwi, yang kemudian di hadang oleh pasukan Brimob yang bersenjata lengkap, yang berujung pada disitanya ratusan senjata tajam milik warga Laju dan ditahannya tiga orang warga laju lainya, akibat kedapatan tengah memegang senjata api rakitan.

Gambar 3.1: Pertemuan Muspika kecamatan Langgudu dan Muspika Monta di Aula Polres Bima
Gambar 3.2: Suasana tegang ketika Musyawarah di Polres tidak menuai Hasil yang memuaskan

Gambar 3.3: Warga Laju meminta 3 orang warga Laju untuk dilepaskan oleh kepolisian diumakeka

Gambar 3.4: Wakil Polres tidak menyikapi permintaan warga, sehingga suasana berubah menjadi panas

Gambar 3.5: Suasana ketika warga menunggu kedatangan Wakil Bupati Bima dan DRPRD ketika diminta oleh Polres untuk bermusyawarah di umakeka bersama.
Gambar 3.6: Warga memblokade Jalan dan meminta kepolisian melepaskan tiga orang yang ditahan sebelum penembakan pembubaran paksa warga oleh kepolisian
Gambar 3.7: Suasana Pemakaman Alm. Ovardiansyah Di Desa Laju Dusun Kananga

Gambar 3.8: Suasana Musyawarah Pasca Dikuburnya jenazah korban penembakan Brimob Di Laju
Gambar 3.9: Wakil Bupati Bima menghadiri pemakaman Alm. Ovardiansyah


Pada pukul 15.30 Brimob dan warga desa Laju bersi tegang, brimob meminta warga Laju untuk mundur dan kembali ke desa Laju, sementara Masyarakat Laju meminta kepada Brimob untuk melepaskan 3 orang warga Laju yang ditahan tersebut atas nama Busran, Mustami dan Firman yang di tahan oleh Brimob baru mereka dapat kembali kedesa Laju. Akan tetapi Polres M. Eka Faturahman lebih memilih untuk menembak dengan peluru untuk membubarkan Massa dari warga Laju. sementara pada saat itu, mobil rombongan pak wakil Bupati Bima H. Dahlan dan anggota DPRD Kabupaten Bima perwakilan dari Dapil Kecamatan Langgudu Baru tiba dan tidak diberikan kesempatan untuk membangun komunikasi dengan warga Laju (yang kemudian di sesalkan oleh H. Dahlan atas sikap Arogansinya Kapolres Bima). Akibat tembakan pembubaran tersebut, seorang anak yang berumur 16 tahun atas nama Ovardiansyah (siswa SMA) warga desa Laju meninggal dunia akibat luka tembakan dibagian kepala, sementara puluhan lainya menderita luka-luka.

Namun ada beberapa pertanyaan yang mesti dijawab dalam beberapa kronologis kejadian tersebut; pertama, kenapa kades Tolouwi dan Babinsa Tolouwi saat itu tidak membangun komunikasi, kalau ada rombongan dari laju yang datang ke tolouwi dalam rangka merembukan masalah perampokan yang melibatkan tolouwi atas warga laju, sementara sebelumnya sudah dikonfirmasi oleh kades Laju? Kedua, kenapa warga Desa Tolouwi bergerak secara sepontan bagaikan sedang kesurupan dalam menyerang rombongan warga Laju yang tengah memusyawarahkan penyelesaian masalah dirumah bapak Sumitro saat tersebut, sementara didalamnya juga terdapat ketua BPD, Ketua RT, Kepala Dusun dan beberapa warga tolouwi yang mewakili warga tolouwi saat itu? Dan ketiga, apa konflik ini sengaja dipolitisasi oleh politisi tingkat RT dan tingkat dusun, bahkan kepentingan birokrasi daerah ataupun institusi yang berkepentingan?.
 Dalam kasus ini, banyak pihak yang menilai, peranan pemerintah sangat besar untuk menyelesaikan konflik dan kemarahan dari warga Laju, sehingga wakil bupati Bima H. Dahlan turun tangan untuk meminta masyarakat Laju untuk tidak kembali melakukan aksi penyerangan lanjutan atas warga tolouwi, bahkan Pihak Brimob (bagai kebakaran jenggot) di datangkan dari berbagai daerah sehari setelahnya (markas kompi Dompu, sumbawa, Lombok) untuk menjaga desa Tolouwi dari amuka kemarahan warga desa Laju. Pihak pemerintah daerah, kecamatan, dan pihak lainya menawarkan diri untuk menyelesaikan masalah kedua desa dengan menyerap aspirasi rakyat sekaligus menyanggupi untuk memenuhi tuntutan itu. 
Seusai mengubur zenajah almarhum Ovardiansyah semua warga Laju memilih untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk ikut menyelesaikan masalah, Masyarakat Laju memiliki empat point permintaan penting untuk dapat diperhatikan secara serius oleh pemerintah Daerah maupun provinsi, diantaranya: pertama, Bebaskan tiga warga yang di tahan oleh Brimob/kepolisian. kedua, ganti Rugi kerugian material yang dialami oleh warga desa Laju yaitu terbakarnya 6 unit motor warga desa Laju dalam kasus penyerangan oleh warga tolouwi. ketiga, jaminan kesehatan untuk korban pembacokan dan korban penembakan Brimob. Dan keempat, penyelesaian kasus penyebab kematian Ovardiansyah serta santunan buat keluarga korban. Pemerintah daerah Bima menyanggupi untuk memenuhi keinginan masyarakat Laju, yang disepakati langsung baik secara lisan maupun tertulis oleh Bapak H. Dahlan wakil Bupati Bima, sekaligus Putra asli kecamatan Langgudu, tokohnya warga Laju. Masyarakat Laju memilih menunggu dengan penuh perdamaian dan terus menunggu hingga beberapa bulan lamanya, empat pint permintaan itu tidak kunjung di realiasasikan.
Masyarakat tidak meminta lebih, atau bersikap Ambisius dengan menuntut pencopotan Kapolres Kabupaten Bima An. Bripka Eka Faturahman atas kematian alm. Ovardiansyah yang ditembak oleh Brimob, sementara masyarakat Laju sendiri tidak memiliki kepentingan secara langsung untuk masalah pencopotan atau pelengseran Kapolres. Masyarakat Laju lebih khususnya mengharapkan 4 point tuntutan tersebut terrealisasikan dengan baik sesuai dengan janji yang dipegang oleh pemimpin (Bupati Bima). Masyarakat Laju percaya bahwa pemerintah akan memenuhinya sebagai syarat perjanjian damai antara kedua desa. Sekarang memasuki Bulan oktober 2017, Janji itu ternyata tengah memasuki daftar reycle bin (tong sampah) pemerintah daerah Bima, terbukti; tiga orang yang dijanjikan akan dibebaskan, dikenakan undang-undang Darurat, tengah dilimpahkan berkasnya di Kejaksaan Negeri Bima, sementara motor yang dijanjikan akan digantikan, korban hanya mendapatkan kembali sisah-sisah kalengan rangka motor mereka yang telah hangus, sementara keluarga yang di tinggalkan Alm. Ovardiansyah lebih memilih bersabar dan mengikhlaskan kepergian anak mereka tercinta.
Sikap pemerintah daerah Bima yang cenderung menyelesaikan konflik dengan mengumbar janji yang penuh dengan kebohongan ini sampai kapan akan mempertahankan perdamaian masyarakatnya?? Apa Brimob yang melakukan penembakan membabi buta era sekarang ini tengah menggantikan posisi KALILA yang menyebarkan teror ditengah masyarakat Bima  pada masa Orde Baru itu??? Apakah Sikap Kepolisian yang bertindak membabi buta dalam menembak masyarakat dengan alibi melerai konflik tersebut akan terus bertahan lama dan membuat takut masyarakat Bima??? SAYA BERANI KATAKAN, KEPOLISIAN AKAN SEGERA ANGKAT KAKI DARI DAERAH BIMA jika tindakan repsesif dan sikap arogansinya masih menjajah dan mengintimidasi masyarakat Bima layaknya binatang yang tidak memiliki Hak Asasi Manusia. “Polisi akan diincar oleh peluru mereka sendiri, sementara Pemerintah akan kemakan oleh omongan mereka sendiri”, Tanah Bima dilingkari oleh sumpa “maja la’bo dahu”.
Konflik antara desa Laju dan Desa Tolouwi, kalau dilihat secara kasat mata, akan cenderung memberikan alasan pada kita semua bahwa  konflik tersebut muncul secara spontanitas layaknya konflik-konflik di kabupaten Bima pada Umumnya, akan tetapi konflik tersebut muncul sebagai akibat dari kegagalan pihak Kepolisian Resort Kabupaten Bima dalam Menyelesaikan akar Konflik yang ada. Terciptanya suasan kegentingan yang berlangsung di bagi desa yang berkonflik bukanlah hal yang mudah untuk diredakan jika dalam kondisi seperti ini tidak diamati dengan baik duduk masalahnya, akan memicu konflik begitu miris lagi. Sudah sepatutnya Pemerintah Daerah memikirkan solusi terciptanya perdamaian di kabupaten dan kota Bima, tanpa ada tindakan represif dari kepolisian pada masyarakat, berhentilah untuk mengumbar janji yang tidak mampu diwujudan dan realisasikan pada masyarakat, karena masyarakat berlaku sebagai juru penagih janji kedepan. 

(Apa Nggak Janji, Nggak Menang???)




Surakarta, Senin, 09 Oktober 2017
(Penulis: ARIHAN, Pengamat Konflik Sosial,
Mahasiswa FISIP PPs. Sosiologi - Universitas Sebelas Maret Surakarta)
Bagian dari Materi Prosiding di Seminar Nasional Ikatan Keluarga Alumni UNS-Surakarta  2017.





Komentar

  1. konflik komunal di bima yang butuh resolusi konflik sepenuh hati.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat Bima Kisah Putri yang Hilang Dae La Minga

DESA LAJU DAN TRANSMIGRASI UPT LAJU MERINTIS PEMBAGUNAN BIMA

Seni Beladiri Gantao Sebagai Identitas Suku Mbojo